![]() |
belajar yang menyenangkan |
Belajar di bangku sekolah adalah sebuah pengalaman yang menyenangkan. Di sana juga saya berjumpa dengan bermacam guru-guru yang mengajar, sungguh pekerjaan yang mulia yang mereka lakukan, mengajar anak muridnya yang belum mengetahui apa itu huruf dan angka. Berkat merekalah aku bisa membaca, menulis, dan menghitung. Telah lebih sepuluh tahun setelah aku pandai membaca dan menulis. Dan sekarang, aku tentu saja ingin merasakan pendidikan yang lebih dari sekedar tahu mencatat, menjawab soal, dan mengerjakan pekerjaan rumah (PR).
Awalnya aku mengambil pilihan yang salah, salah mengartikan maksud dari keinginanku belajar tanpa catatan. Aku malas belajar, tidak mengerjakn PR, dan membantah guru. Di dalam pikiranku hanya ingin pintar tampa belajar. Aku merasakan akibatnya, nilaiku sangat hancur, dimana pelajaran yang seharunya mendapat nilai bagus, sekarang bahkan tidak cukup unuk standar nilai ketuntasan. Penyesalan menghampiri diriku, namun apa guna kusesali. Penyesalanku juga tidak bisa mengembalikan diriku yang dulu, hidupku harus tetap berjalan tanpa harus dibayangi rasa penyesalan.
Suatu ketika aku seperti benar-benar menemukan apa yang menjadi keinginanku “belajar tanpa catatan”. Yang mengajari diriku bukanlah guru seperti yang ada di sekolah, bukan juga seseorang yang kuanggap sebagai guru. Melainkan orang-orang dan lingkungan yang ada disekitarku, seperti teman-temanku, yang mengajariku tentang arti persahabatan, lingkungan yang mengajariku untuk peka terhadap masalah yang ada di sekitarku, jangan hanya diam dengan suatu masalah. Dan juga orang yang lebih pintar dariku, yang membagi ilmu mereka tanpa harus aku mencatat nya hingga penuh buku. Mereka juga tidak mau disebut sebagai guru. Karna mereka merasa, kalau mereka juga sedang belajar padaku dan teman-teman. Sungguh hal yang jarang sekali aku jumpai, orang yang bertidak sebagai guru, bisa menyebut anak didiknya sebagai guru mereka.
Saya mengutip pernyataan dari seorang pegiat pendidikan terkenal Paulo Freire. Menurutnya ”Antara guru dan murid dibangun hubungan dialogis- keduanya sama-sama mengamati obyek yang sama. Melalui dialog, guru-nya-murid serta murid-nya-guru tidak ada lagi dan justru yang muncul adalah sebuah suasana baru: yakni guru-yang-murid dan murid-yang-guru” .
Mungkin karna perkataan Paulo Freire inilah mereka tidak ingin dipanggil dengan panggilan “guru”. Dan dengan perkataan itu juga aku semakin yakin untuk terus belajar dari mereka, walaupun cara pengajarannya agak melelahkan, karna harus langsung terjun ke lapangan untuk praktek, tidak melalui teori yang banyak mencatatnya. Namun inilah cara belajar yang kuinginkan. “ belajar tanpa catatan”.
0 komentar:
Posting Komentar