Home » » Perajalanan ke Beutong Ateuh

Perajalanan ke Beutong Ateuh

di puncak gunung singgah mata
SERU, mungkin ini kata yang tepat untuk menggambarkan pengalaman yang kami dapatkan dalam kegiatan Analisis Sosial (ANSOS) di Beutong Ateuh. Bermacam hal telah kami rasakan selama di sana, mulai dari yang melelahkan, menyedihkan, membosankan, menyenangkan, hingga mengharukan. Kendati pada mulanya rasa pesimis sempat menghampiri kami, karena selain orang tua berkebratan, mencuatnya isu seputar terorisme, jarak tempuh yang jauh dan masa lalu Beutong Ateuh menyimpan duka, akhirnya kami sampai juga ke tujuan. Beutong Ateuh. 

Sesuai dengan tujuan kami, kegiatan ANSOS dimaksudkan untuk melihat kehidupan masyarakat Beutong Ateuh secara lebih dekat dalam berbagai aspek kehidupan, lebih-lebih aspek pendidikan, budaya dan agama. Di empat desa yang kami tuju, yakni desa Blang Merurandeh, Babah Suak, Kuta Tengoh dan Blang Pu’uk, kami mewawancarai setiap wrga yang kami jumpai, mulai dari anak sekolah, ibu-ibu, orang tua dan muda, laki-laki dan perempuan. 

Ada beberapa pengalaman menarik yang kami jumpai dalam perjalanan kami mengunjungi desa-desa tujuan. Salah satu di antaranya adalah kami sangat susah untuk mendapatkan warga yang bisa kami wawancarai. Jika ada yang bisa kami wawancarai, mereka hanya mengatakan “ loen kureung mephoem masalahnyan” (saya kurang mengerti masalah itu). Kisah yang lain adalah ketika kami sedang berfoto bersama adik-adik, tiba-tiba seoarng bapak menghampiri kami, ia marah dan ingin mengusir kami. Namun, setelah kami mewawancarai beberapa penduduk yang lain, ternyata orang-orang di empat desa di Beutung Ateuh sangat merasa enggan untuk menerima mahasiswa, lantaran mahasiswa yang datang mengunjungi Beutung Ateuh pernah menjanjikan banyak hal setelah mereka mengimput data, sementara janji tinggal janji. Tidak ditepati.

Seusai melakukan perjalanan wawancara, pada malam terakhir kami mulai mempresentasikan semua hasil yang telah kami peroleh. Dari hasil presentasi ini kami mengetahui bahwa masyarakat Beutong Ateuh memiliki keterbatasan dalam banyak hal. Sebagai misal, sekolah yang ada di Beutung Ateuh hanya SD dan SMP dengan guru yang terbatas. Demikian juga dengan listrik. Batas maksimal penggunaan istrik hanya 12 jam perhari. Namun demikian, di balik segala keterbatasan Beutung Ateuh menyimpan kesederhanaan. Masyarakatnya ramah, walau masih menyimpan prasangka terhadap para pendatang baru.

Banyak kesan buruk terhadap Beutung Ateuh, misalnya sebagai tempat persembunyian teroris, ladang ganja, dan berbagai kisah tentang ajaran sesat. Namun setelah kami mengunjungi Beutong Ateuh, semua kesan buruk itu seperti hilang. Beutung Ateuh begitu nyaman, aman dan damai. Juga penuh dengan kandungan sejarah yang kaya makna. Salah satunya adalah, pengalaman Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien pernah menjadikan Beutung sebagai tempat persembunyian yang aman dari kejaran tentara Belanda. Bersama kawan-kawan yang lain, saya sempat mengunjungi tempat bersejarah tersebut, yaitu sebuah batu yang dipercaya sebagai tempat Cut Nyak Dhien menuliskan sesuatu dalam bahasa Arab dan Belanda. Sebuah batu yang sangat menakjukkan. 

Tapi sayang batu itu tidak dirawat, andai saja batu itu dirawat, mungkin akan menjadi tempat wisata yang menarik yang ada di Beutong Ateuh. Satu hal yang membuat saya dan juga kawan-kawan lain berkesan adalah situasi Beutung Ateuh yang aman dan damai. Tentang hal ini sempat terlitas dalam pikiran saya, yakni ingin mengatakan kepada semua, khususnya masyarakat Aceh bahwa Beutong Ateuh tidak seperti yang dibayangkan kebanyakan orang. Masyarakat Beutung Ateuh adalah masyarakat yang sama seperti masyarakat Aceh pada umumnya yang menghendaki hidup dan kehidupan yang damai, aman dan sejahtera.

0 komentar:

Posting Komentar

Profil

Label

Entri Populer

 
| |
© 2014. Petualanganku - All Rights Reserved